"Tinjauan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 dan Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005"
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, pembangunan merupakan hal yang sangat penting sekali untuk
dilakukan. Pembangunan tersebut dapat dilakuan di berbagai sektor. Mulai dari
pembangunan sektor masyarakat, seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia
(SDM), hingga pembangunan sektor infrastruktur, seperti gedung, jalan raya,
hingga fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) lainnya.
Khususnya mengenai pembangunan pada sektor infrastruktur,
hal ini telah diatur dalam Undang-undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 28
Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
Mengapa pembangunan infrastruktur, khususnya gedung,
harus diatur sedemikian rupa oleh pemerintah?
Hal ini karena adanya beberapa pertimbangan penting
yang harus dijadikan landasan dalam membangun sebuah gedung, yaitu
a.
Bahwa
pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945;
b.
Bahwa
bangunan gedung penting sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya untuk
mencapai berbagai sasaran yang menunjang terwujudnya tujuan pembangunan
nasional;
c.
Bahwa
bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib, diwujudkan sesuai dengan
fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan
gedung;
d.
Bahwa
agar bangunan gedung dapat terselenggara secara tertib dan terwujud sesuai
dengan fungsinya, diperlukan peran masyarakat dan upaya pembinaan;
e.
Bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
dan huruf d di atas perlu membentuk Undang-undang tentang Bangunan Gedung.
Selain kelima poin di atas, yang secara jelas
menginginkan adanya ketertiban dalam setiap pembangunan fasos dan fasum,
termasuk gedung, karena menyangkut kehidupan dan aktivitas masyarakat, ada hal
lain yang juga tidak kalah penting.
Hal lain yang juga tidak kalah penting tersebut
adalah, pembangunan yang tertata rapih dan tertib serta indah dapat
mencerminkan maju atau tidaknya suatu daerah dan negara. Dengan kata lain,
pembangunan dapat menjadi salah satu alat ukur kemajuan suatu negara.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas telah kita
ketahui bahwa pembangunan sebuah gedung bukan merupakan hal yang mudah. Hal ini
karena adanya gedung, juga menyangkut kehidupan dan aktivitas masyarakat. Dari
situlah, kemudian dibuat peraturan dalam bentuk UU mengenai gedung.
Kemudian, rumusan masalah yang akan penulis jawab
dan analisis dalam makalah ini adalah:
“Bagaimana Tinjauan
Perkembangan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 dan Peraturan Presiden No.
36 tahun 2005;?”
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
ASPEK HUKUM PERATURAN UU NO. 28 TAHUN 2002
Pengetahuan yang mendalam terhadap aspek hukum
mengenai UU Bangunan Gedung ini merupakan hal yang penting, mengingat hal-hal
yang diatur dalam UU Bangunan Gedung tidak hanya diperuntukan bagi pemilik
bangunan gedung melainkan juga bagi pengguna gedung serta masyarakat.
Dalam UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Gedung, Bab 1
Pasal 1 dijelaskan bahwa bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada
di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Kemudian, UU No. 28 Tahun 2002 ini juga menjadi
salah satu landasan untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
IMB adalah adalah perizinan yang diberikan oleh
Kepala Daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
Lebih lanjut, selain dalam UU nomor 28 Tahun 2002,
IMB diatur dalam Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
PP nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang nomor 28
tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Mendapatkan IMB ini wajib hukumnya bagi setiap
penduduk, karena dengan begitu, setiap bangunan baik yang berupa rumah maupun
gedung, setidaknya akan terdaftar oleh pemerintah.
Selain IMB, setidanya ada 2 persyaratan
administratif lainnya yang harus diperhatikan, baik oleh orang-orang legal
(hukum) maupun lapangan, yaitu:
a.
Persyaratan
status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah,
dan
b.
Status
kepemilikan bangunan gedung.
Setelah itu, setidaknya ada 2 tipe persyaratan
teknis bangunan gedung yang harus dipenuhi dalam membangun sebuah bangunan,
yaitu:
Ruang lingkup persyaratan tata bangunan, yaitu meliputi:
a.
Persyaratan
peruntukan dan intensitas bangunan gedung, yaitu berhubungan dengan persyaratan
peruntukan lokasi bangunan gedung yang tidak boleh mengganggu keseimbangan
lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum,
serta ketinggian gedung;
b.
Arsitektur
bangunan gedung; dan
c.
Persyaratan
pengendalian dampak lingkungan, yaitu persyaratan pengendalian dampak
lingkungan yang hanya berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan. Persyaratan terhadap dampak lingkungan ini
sendiri berpedoman pada undang-undang tentang pengelolaan lingkungan hidup yang
mengatur tentang kewajiban setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup untuk wajib memiliki
analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan.
Persyaratan keandalan bangunan gedung, yaitu meliputi:
a.
Keselamatan,
yaitu berkenaan dengan persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung
beban muatan, kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya
kebakaran dengan melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem
proteksi pasif dan/atau proteksi aktif serta bahaya petir melalui sistem
penangkal petir;
b.
Kesehatan,
yaitu berkenaan dengan persyaratan sistem sirkulasi udara, pencahayaan,
sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung;
c.
Kenyamanan,
yaitu berkenaan dengan kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi
udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan; dan
d.
Kemudahan,
yaitu berkenaan dengan kemudahan akses bangunan gedung, termasuk tersedianya
fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi penyandang cacat
dan lanjut usia, serta penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah,
ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta
fasilitas komunikasi dan informasi.
Kedua
persyaratan tersebut wajib hukumnya untuk dipenuhi oleh setiap warga dan
masyarakat yang ingin mendirikan bangunan. Setidaknya, setiap orang yang
mendirikan bangunan akan jelas status hukumnya. Selain itu, bangunan yang
didirikan pun akan sesuai dengan izin dan maksud awal pembangunannya lengkap
dengan berbagai fasilitas yang sudah di atur dalam per-UU-an.
2.2.
ASPEK ARSITEKTUR PERATURAN UU NO. 28 TAHUN 2002
Dalam tipe Persyaratan Ruang Lingkup Tata Bangunan disebutkan
bahwa arsitektur bangunan gedung juga mendapat perhatian.
Arsitektur juga mendapat perhatian karena, bidang
ini juga berperan dalam pembangunan suatu gedung, terutama dalam hal
perancangan tata letak dan desain bangunan. Lebih lanjut, hal ini juga termasuk
di dalam UU No. 28 Tahun 2002.
Dalam UU No. 28 Tahun 2002, Bab IV, Bagian Ketiga,
Paragraf 1, Umum, Pasal 9, Ayat 1, disebutkan bahwa Persyaratan tata bangunan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) meliputi persyaratan peruntukan dan
intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan
pengendalian dampak lingkungan.
Tidak hanya sampai disitu, dalam paragraph dan
ayat-ayat berikutnya di dalam UU tersebut juga merinci berbagai detail yang
harus dipatuhi oleh individu-individu yang bergerak dalam bidang arsitektur.
Sebagai contoh, dalam Paragraf 2, Persyaratan
Peruntukan dan Intensitas Bangunan Gedung, yang menyebutkan berbagai
persyaratan yang harus dipenuhi, sebagai berikut:
a)
Pasal
10, Ayat 1, Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan,
ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang
bersangkutan.
b)
Pasal
11, Ayat 1, Persyaratan peruntukan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan tentang tata ruang.
c)
Pasal
11, Ayar 2, Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah,
air, dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan
lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum
yang bersangkutan.
d)
Pasal
12, Ayat 1, Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) meliputi koefisien dasar bangunan, koefisien lantai
bangunan, dan ketinggian bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk
lokasi yang bersangkutan.
e)
Pasal
12, Ayat 2, Persyaratan jumlah lantai maksimum bangunan gedung atau bagian
bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan
keamanan, kesehatan, dan daya dukung lingkungan yang dipersyaratkan. (3)
f)
Pasal
12, Ayat 3, Bangunan gedung tidak boleh melebihi ketentuan maksimum kepadatan
dan ketinggian yang ditetapkan pada lokasi yang bersangkutan.
g)
Pasal
13, Ayat 1, Persyaratan jarak bebas bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) meliputi:
a.
Garis
sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan
kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi;
b.
Jarak
antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan dan
pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan.
h)
Persyaratan
jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah
permukaan tanah harus mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan tidak
mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan pembangunannya.
Selanjutnya,
semua peraturan yang tertuang dalam pasal-pasal di atas akan di atur lebih
lanjut oleh Peraturan Pemerintah.
Kemudian, dalam
UU No. 28 Tahun 2002 tersebut juga masih ada beberapa peraturan dan persyaratan
lainnya yang harus dipatuhi dan dipenuhi, seperti:
Paragraf 3,
Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung, Pasal 14, yang berbunyi:
1.
Persyaratan
arsitektur bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi
persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya, serta
pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat
terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa.
2.
Persyaratan
penampilan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
memperhatikan bentuk dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada di
sekitarnya.
3.
Persyaratan
tata ruang dalam bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
memperhatikan fungsi ruang, arsitektur bangunan gedung, dan keandalan bangunan
gedung.
4.
Persyaratan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mempertimbangkan terciptanya ruang
luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras
dengan lingkungannya.
5.
Ketentuan
mengenai penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan, dan keselarasan
bangunan gedung dengan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 4, Persyaratan
Pengendalian Dampak Lingkungan, Pasal 15, yang berbunyi:
1.
Penerapan
persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi bangunan gedung
yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
2.
Persyaratan
pengendalian dampak lingkungan pada bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.3.
PERAN MASYARAKAT DAN SANKSI TERHADAP PERATURAN UU NO. 28 TAHUN 2002
Setelah kita mengetahui lebih mendalam mengenai
aspek hukum dan arsitektur dari UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan, kemudian
kita mengetahui bahwa bukan hanya peran pemerintah saja yang diperlukan, akan
tetapi peran dari masyaraka pun juga diperlukan.
Maka dari itu, sebagai bagian dari pengguna bangunan
gedung, dalam UU Bangunan Gedung juga mengatur mengenai peran masyarakat dalam penyelenggaraan
bangunan gedung yang mencakup:
1.
Pemantauan
penyelenggaraan bangunan gedung;
2.
Memberi
masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam penyempurnaan
peraturan, pedoman, dan standar teknis untuk bangunan gedung;
3.
Menyampaikan
pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang terhadap penyusunan
rencana tata bangunan, rencana teknis bangunan gedung dan kegiatan
penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan;
4.
Melaksanakan
gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang mengganggu, merugikan,
dan/atau membahayakan kepentingan umum.
Kemudian,
apabila UU tersebut tidak diindahkan serta tidak dipatuhi sebagaimana mestinya,
maka individu tersebut dapat dikenai hukuman (sanksi). Sanksi tersebut berkenaan
dengan adanya pelanggaran atas UU Bangunan Gedung, pemilik dan/atau pengguna
bangunan gedung dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Yang masuk dalam ruang lingkup sanksi
administratif yaitu dapat diberlakukan pencabutan IMB sampai dengan pembongkaran
bangunan gedung serta dapat dikenakan sanksi denda maksimal 10% (sepuluh
persen) dari nilai bangunan yang sedang maupun telah dibangun. Sedangkan sanksi
pidana yang diatur dalam UU Bangunan Gedung ini dapat berupa sanksi kurungan
penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun penjara dan/atau pidana denda paling
banyak 20% (dua puluh persen) dari nilai bangunan gedung jika karena
kelalaiannya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
Membangun sebuah
fasum dan fasos, termasuk gedung, membutuhkan perencanaan yang matang dan
menyeluruh. Hal ini karena pembangunan sebuah gedung dapat mempengaruhi
kehidupan dan aktivitas masyarakat.
Pengaruh
tersebut dapat muncul dari beberapa sektor, seperti dari ketinggian gedung,
apakah nantinya gedung baru tersebut dapat menghalangi sinar matahari ke tempat
tinggal warga. Kemudian, bagaimana limbah gedung tersebut dapat tersalurkan,
karena jangan sampai limbah dari gedung baru tersebut justru mencemari tempat
tinggal warga yang telah tinggal terlebih dahulu.
Lebih lanjut, yang
tidak kalah penting adalah, pemenuhan persyaratan dan peraturan. Karena jika
tidak dipenuhi, maka akan berakibat pada diberikannya sanksi dan hukum pidana
pada para pelanggar.
REFERENSI
Website :
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002
Tentang Bangunan Gedung.
http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/Undang-Undang/undang-undang-nomor-28-tahun-2002-2056
(diakses pada 16 Oktober 2017).
Aspek Hukum Bangunan Gedung
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002.
https://www.hukumproperti.com/rangkuman-peraturan/aspek-hukum-bangunan-gedung-berdasarkan-undang-undang-nomor-28-tahun-2002/
(diakses pada 16 Oktober 2017).
Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
http://www.pu.go.id/uploads/services/2011-11-29-12-34-59.pdf (diakses pada 17
Oktober 2017). Hlm. 3.
Definisi IMB (Izin Mendirikan
Bangunan) Adalah.
https://www.finansialku.com/imb-izin-mendirikan-bangunan/ (diakses pada 16
Oktober 2017)
NAMA : DISA PRATIARA
NPM : 21315983
KELAS : 3TB04
Komentar
Posting Komentar