HAM KONFLIK ROHINGYA RAKHINE
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Hak asasi
manusia (HAM) merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
HAM resmi diperkenalkan kepada khalayak internasional pada 26 Juni 1945 melalui
The Charter of the United Nations di
San Fransico, dengan maksud menjadi salah satu tujuan utama dari Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB) yang notabene baru dibentuk pada waktu itu.
HAM, dalam
pengertiannya, merupakan hak-hak yang diperoleh oleh setiap individu sebagai
seorang manusia. Pada perkembangannya, HAM kemudian dijadikan salah satu instrumen bagi
negara-negara di dunia untuk melakukan kerjasama dengan negara lain. Kegiatan
kerjasama ini muncul bersamaan dengan agenda politik baru pasca Perang Dingin.
Dalam agenda politik baru, banyak negara-negara di dunia mengubah pola perilaku
dan cara pandang terhadap dunia internasional. Kini, negara lebih mengutamakan
untuk mengejar kesejahteraan bagi rakyatnya dibanding harus melakukan
peperangan yang dimana dapat memunculkan banyak sekali kerugian baik bersifat
materi maupun imateri.
Perubahan cara
pandang dan perilaku negara-negara di dunia ini kemudian dapat dijelaskan
dengan menggunakan istilah low politic.
Menurut Andrew Heywood, low politic adalah
suatu agenda internasional yang sangat memberikan fokus pada kesejahteraan,
kondisi lingkungan, dan keadilan politik. Hal
ini sesuai dengan tujuan diberlakukannya HAM secara internasional. Dimana
dengan diterapkannya HAM akan menjamin adanya perlindungan sipil dan politik,
termasuk kebebasan untuk beragama, menyampaikan pendapat, berorganisasi,
partisipasi dalam berpolitik, dan hak untuk mendapatkan kebutuhan sandang,
pangan, dan papan.
Sayangnya tidak
semua negara mau mengindahkan HAM yang berlaku secara internasional.Masih
banyak sekali negara-negara yang membiarkan adanya perlakuan semena-mena dan
tidak adil berlangsung di wilayahnya. Tidak terkcuali dengan apa yang terjadi
di Myanmar, dimana etnis Rohingya menjadi korban perlakuan tidak manusiawi dari
etnis lain, khususnya Rakhine, serta dari pemerintah setempat.
Bahkan, akibat
terlampaunya perlakuan tidak berimbang yang diterima oleh masyarakat Rohingya
membuat etnis beragama Islam ini selalu hidup dalam bayang-bayang ketakutan dan
teror.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
Dari latar
belakang masalah yang telah saya jabarkan pada sub bab di atas, dapat kami
tarik rumusan masalah, yaitu:
Bagaimana perkembangan
konflik Rohingya dengan Rakhine sampai saat ini dan upaya perdamaian apa saja
yang telah ditempuh guna menyelesaikan konflik tersebut?
BAB
II
KERANGKA
TEORI
2.1.
LANDASAN TEORI
HAM merupakan
salah satu elemen penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.Tidak
bisa dihindari lagi bahwa HAM dapat dijadikan sebagai salah satu alat ukur kesejahteraan
manusia.Hal ini karena HAM merupakan bagian dari human security (agenda politik baru) yang semakin gencar disebarkan
eksistensinya.Semakin baik perlakuan HAM yang diterima, maka semakin baik
tingkat kesejahteraannya.Namun sebaliknya, semain buruk perlakuan HAM yang
diterima, maka semakin buruk juga tingkat kesejahteraannya.
Menurut konsep
dari The Commission on Human Security (CHS),
human security merupakan suatu komponen
penting untuk melindungi nilai-nilai dasar dari setiap kehidupan manusia dengan
cara meningkatkan dan melindungi kebebasan manusia.
Hal ini, menurut
Jack Donnelly, karena hak asasi manusia merupakan hak yang sudah melekat dalam
diri manusia sejak dia lahir.Siapapun orang tersebut, pasti memiliki hak dan
juga kewajiban sebagai warga negara, anggota keluarga, pekerja, dan sebagai
bagian dari organisasi atau asosiasi tertentu.
Kemudian, untuk
menjelaskan perilaku dari pemerintah Myanmar yang seakan tidak peduli dengan
nasib etnis Rohingya kami menggunakan teori utilitarian,
dimana menurut teori ini hak-hak hanya bisa diperoleh dan diwakili oleh kaum
mayoritas saja. Lebih lanjut minoritas atau individu yang preferensinya tidak
diwakili oleh mayoritas di dalam suatu negara akan kurang dihiraukan dan,
sebagai akibatnya, mereka dapat sangat dirugikan atau kehilangan hak-haknya.
Dalam kasus yang
dibahas makalah ini etnis Rohingya, yang juga termasuk ke dalam minoritas, sudah
tidak dianggap lagi sebagai bagian dari Myanmar secara otomatis pun kehilangan
hak dan suaranya, karena tidak ada yang mewakili baik dalam pemerintahan maupun
dalam masyarakat.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1.
KONFLIK ETNIS ROHINGYA DENGAN ETNIS
RAKHINE
Dalam membahas
konflik Rohingya, sulit rasanya dipisahkan dengan sejarah tindak diskriminasi
yang sudah dilalui oleh etnis Rohingya. Akan tetapi, pada makalah ini, hanya
akan membahas sedikit sejarah untuk mempermudah pembahasan pada sub bab
berikutnya, yaitu pembahasan perkembangan konflik etnis Rohingya dengan etnis
Rakhine.
a.
Sejarah Singkat Diskriminasi Rohingya
Sejatinya Myanmar merupakan negara heterogen yang
memiliki delapan etnis-etnis besar, yaitu Kachin, Kayah, Kayin (Karen), Chin,
Burma, Mon, Rakhine dan Shan.Lalu sisanya adalah etnis minoritas yang salah
satunya ialah etnis Rohingya.
Dalam sejarahnya, masyarakat Rohingya memang sudah
terdiskriminasi.Terutama pada masa persiapan kemerdekaan Burma (Myanmar).pada
1947, Inggris menggelar konferensi untuk mempersiapkan kemerdekaan dan mengajak
seluruh kelompok dan ras di negeri tersebut, kecuali muslim Rohingya.
Tindak diskriminasi terhadap etnis Rohingya kemudian
semakin menjadi-jadi semenjak terjadinya kudeta oleh militer Myanmar pada tahun
1962 yang juga menandai berakhirnya demokrasi di Myanmar. Pemerintah militer
menganggap bahwa etnis Rohingya bukanlah etnis asli dari Myanmar, melainkan
dari Bangladesh, dan nasionalisasi etnis yang dilakukan oleh Rohingya
semata-mata hanya untuk mendapatkan kewarganegaraan Myanmar saja. Sejak
saat itulah, tindak diskriminasi terhadap etnis Rohingya mulai banyak sekali
bermunculan di negara ini.
Bahkan Presiden Myanmar, Thein Sein, mengatakan
bahwa Rohingya harus keluar dari Myanmar. Lebih lanjut, pernyataan Presiden Myanmar
ini pernah memicu banyak respon negatif dari masyarakat dunia, hal ini karena
ia mengatakan bahwa, “Rohingya are not
our people and we have no duty to protect them" dan menginginkan bahwa
masyarakat Rohingya dikelola oleh United
Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) saja atau ditampung di negara
ketiga yang mau menampungnya.
Pada perkembangannya, permasalahan asal-usul etnis
Rohingya inilah yang dikemudian hari menjadi polemik berkepanjangan di Myanmar yang
berlangsung sampai saat ini.Walaupun begitu pemerintah Myanmar tetap pada
pandangan awalnya, yaitu menganggap bahwa Rohingya bukan sama sekali bagian
dari etnis negaranya, melainkan mereka adalah orang-orang ilegal dari
Bangladesh yang datang pasca kemerdekaan Myanmar.
b.
Konflik Rohingya – Rakhine
Seperti yang kita ketahui, Rohingya merupakan etnis
minoritas yang sebagian besar masyarakatnya memeluk agama Islam, sedangkan
Rakhine merupakan etnis yang masyarakatnya memeluk agama Buddha.
Konflik antara Rohingya dan Rakhine terpicu ketika
adanya tindak pemerkosaan yang (diduga) dilakukan oleh pemuda Rohingya terhadap
seorang gadis Rakhine. Tidak terima atas aksi pemerkosaan yang terjadi, etnis
Rakhine melaukan aksi balas dendam dengan melakukan pemukulan dan pembunuhan
sepuluh orang dari etnis Rohingya di kota Taunggu, tanggal 3 Juni 2012.
Tidak berhenti sampai disitu, peristiwa ini kemudian
menyulut terjadinya beberapa peristiwa kerusuhan yang menjalar ke
beberapa kota lain di Rakhine. Rumah-rumah Muslim Rohingya dibakar,
termasuk masjid. Myanmar akhirnya
menetapkan kondisi darurat
militer pada Juni danmengirim pasukan bersenjata ke negara bagian
Rakhine.
Namun, kedatangan pasukan ini menurut Human Rights Watch (HRW), yaitu sebuah
organisasi non-pemerintah yang berbasis di Amerika Serikat yang melakukan
penelitian dan pembelaan dalam masalah-masalah pelanggaran hak asasi manusia
yang berkantor pusatnya terletak di New York City menyatakan bahwa justru hal
tersebut menjadi petaka bagi Rohingya. Tentara pemerintah malah menembaki
Rohingya yang dicap sebagai imigran gelap Bangladesh.Dalam laporannya, HRW
menegaskan bahwa aparat keamanan Myanmar terlibat dalam aksi
pembunuhan, pemerkosaan, dan
penangkapan massal warga Rohingya di kawasan Rakhine, Myanmar Barat.
Pada perkembangannya, pada tahun 2013 Pemerintah
Myanmar bersikukuh mengatakan tidak akan memberikan status kewarganegaraan
untuk Muslim Rohingya, meski mendapat tekanan dari PBB lewat sebuah resolusi yang
menyerukan agar Pemerintah Myanmar memberikan status warga negara bagi etnis
Rohingya serta menghentikan kekerasan terhadap mereka.PBB juga menyebut etnis
Rohingya adalah salah satu etnis minoritas paling menderita di dunia. Menanggapi tekanan dari PBB tersebut, pemerintah
Myanmar tetap bersikukuh mempertahankan kebijakannya. Menurut juru bicara
Pemerintah Myanmar, Ye Htut, mengatakan bahwa negerinya tak bisa ditekan begitu
saja untuk mengubah kebijakan terkait status kewarganegaraan etnis Rohingya,
dan tak bisa memberikan status warga negara bagi mereka yang tidak memenuhi syarat
hukum, apa pun tekanannya.
Terakhir, pemerintah Myanmar melakukan pencabutan
kartu identitas penduduk yang dikenal sebagai kartu putih bagi orang Rohingya.
Padahal jika memiliki kartu itu, kelompok etnis Rohingya masih memiliki
beberapa hak sebagai warga negara, antara lain boleh memberikan suara dalam
pemilihan umum.
3.2.
PELANGGARAN HAM YANG TERJADI
Melalui sub bab
yang telah dijabarkan di atas, dapat diketahui pelanggaran HAM apa saja yang
terjadi dan harus diterima oleh etnis Rohingya.Umumnya, pelanggaran HAM ini
dilakukan oleh etnis Rakhine dan parahnya pemerintah pun juga hanya diam saja,
justru cenderung memihak Rakhine, dalam konflik ini.
Dalam beberapa
masa pasukan tentara Myanmar yang dikirim oleh pemerintah ke daerah konflik
tersebut membawa petaka terhadap etnis Rohingya.Hal ini terjadi karena tentara,
yang seharusnya sebagai aparat keamanan, melakukan penembakkan, pembunuhan,
hingga pemerkosaan terhadap etnis Rakhine.
Seperti yang
kita ketahui, tindak penembakkan yang berujung kepada kematian (pembunuhan) serta
aksi pemerkosaan yang dilakukan oleh aparat keamanan Myanmar sejatinya sudah
melanggar HAM seseorang, yaitu hak untuk hidup.Dalam artikel ke-3The Universal Declaration of Human Rights
menyebut bahwa, setiap manusia mempunyai hak untuk hidup dengan bebas dan aman.Kemudian
dilanjutkan ke artikel 6 poin (1) International
Covenant on Civil and Political Rights, dimana setiap manusia memiliki hak
untuk hidup yang sudah melekat pada dirinya dan harus dilindungi secara hukum,
dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas hidup seseorang dengan
semena-mena.
Selanjutnya,
kebijakan pemerintah Myanmar yang mencabut kartu identitas penduduk bagi para
warga etnis Rohingya juga mengakibatkan etnis mayoritas Islam ini kehilangan
hak sebagai warga negara dan kewarganegaraannya itu sendiri. Hal ini tentu
melanggar artikel 15The Universal
Declaration of Human Rights mengenai
hak mendapatkan kewarganegaraan. Tercantum pada poin (1) bahwa setiap orang
berhak memiliki kewarganegaraan.
Dengan hilangya
status kewarganegaraan, secara otomatis etnis Rohingya juga kehilangan hak atas
standar hidup yang layak yang seharusnya bisa didapat melalui negara. Hak ini
tercantum dalam artikel ke-25 The
Universal Declaration of Human Rights, yang menyebut bahwa setiap orang
berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan perawatan
kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada
saat menganggur, sakit , cacat, janda, lanjut usia atau kekurangan lain dari
kehidupan dalam situasi yang di luar kendalinya.
Terakhir, etnis
Rakhine dan pemerintah Myanmar juga secara langsung sudah melanggar hak paling
mendasar yang dipunyai oleh etnis Rohingya, yaitu hak untuk hidup dengan setara
dan terbebas dari diskriminasi. Dalam artikel ke-2, The Universal Declaration of Human Rights, menyebut bahwa setiap
orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi ini,
tanpa perbedaan apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan,
kelahiran atau status lainnya.
3.3.
UPAYA PENYELESAIAN
Pada mulanya,
pemerintah Myanmar enggan untuk menyelesaikan masalah Rohingya melalui jalur
internasional, hal ini karena pemerintah Myanmar menganggap bahwa pemerinthan saat
ini adalah bekas pemerintahan junta militer sehingga masih bersifat tertutup pada dunia luar, sehingga
untuk penyelesaian konfliknya, pemerintah mengatakan bahwa mereka ingin
menyelesaikan sendiri tanpa adanya campur tangan dari pihak asing.
Namun setelah
mendapatkan banyak desakan dari masyarakat dan dunia, akhirnya Myanmar mulai
membuka diri dan menerima bantuan dari Indonesia yang diwakili PMI dan diketuai
oleh Jusuf Kalla, sebagai pihak asing pertama untuk masuk ke wilayah konflik
dan memberikan bantuan kemanusiaan bagi warga yang berkonflik.
Selain itu,
bantuan juga datang dari berbagai organisasi diseluruh penjuru dunia.Bantuan
ini dipicu terutama karena adanya konflik etnis dan kekerasan yang melanggar
HAM di Myanmar.Umumnya bantuan yang diberikan karena adanya kesadaran
solidaritas.Sebagian besar adalah negara-negara Islam seperti Indonesia,
Pakistan, dan beberapa negara Arab, yang meminta penegakan HAM di Myanmar.Bahkan
beberapa lembaga seperti PBB dan Organisasi konferensi Islam (OKI) ikut
berperan aktif dalam membantu mencari jalan untuk menyelesaian konflik etnis
tersebut.Organisasi Kerja Sama
Islam (OKI) menyerukan agar komunitas Muslim di seluruh dunia memberikan
bantuan kemanusiaan, finansial, dan politis kepada warga Rohingya yang menjadi
korban kekerasan di Myanmar.
Salah satu
bantuan OKI menggunakan cara diplomasi terbuka yakni dengan melakukan pertemuan
dengan Palang Merah Indonesia (PMI) dibawah kepemimpinan Jusuf Kalla di
Malaysia untuk membahas langkah-langkah penyelesaian konflik melalui bantuan
kemanusiaan. OKI juga secara serius menyerukan pada pemerintah Myanmar bahwa
ketidakpedulian negara bisa berdampak pada relasi ekonomi politik Myanmar
dengan negara-negara Islam lainnya. Sementara PBB mengutus special rapporteuryaitu
Thomas Euintana, untuk melakukan investigasi selama 6 hari di Arakan
untuk mendapatkan informasi yang valid tentang kejadian pelanggaran HAM tersebut.
Lalu bagaimana
dengan ASEAN sebagai organisasi yang paling terdekat dengan Myanmar?ASEAN
selalu siap sedia untuk membantu Pemerintah Myanmar, khususnya terkait bantuan
kemanusiaan. Menlu ASEAN juga menyatakan keyakinannya dan harapan yang besar
terhadap Pemerintah Myanmar bahwa proses demokrasi dan tranformasi politik yang
berlangsung di Myanmar termasuk
menciptakan kehidupan yang harmonis diantara berbagai komunitas di
Myanmar tidak akan berjalan di tempat apalagi mundur.
Selain
memberikan dukungan untuk penyelesaian kasus konflik Rohingya, ASEAN juga
memberikan sikap tergas terhadap Myanmar, dimana ASEAN harus menekan Myanmar agar merevisi
undang-undang kewarganegaraan dan dapat memberikan status kewarganegaraan yang
penuh bagi Muslim Rohingya. International
Covenant of Human Rights (ICHR) juga tengah menyusun konvensi ASEAN tentang
kewarganegaraan yang dapat menjadi acuan bagi ASEAN, sehingga tidak ada orang
yang tidak memiliki kewarganegaraan.
BAB
IV
PENUTUP
4.1.
KESIMPULAN
Hak asasi
manusia, atau biasa dikenal dengan HAM mutlak merupakan komponen penting yang
harus ada di kehidupan manusia, karena HAM merupakan salah satu indikator yang
dapat mendefinisikan kita sebagai seorang manusia (human being).Maka dari itu, pelanggaran atas HAM seseorang harus
ditindaklanjuti dengan sangat serius, karena hal ini menyangkut tingkat
kesejahteraan orang tersebut.
Apa yang
dilakukan oleh Myanmar, baik pemerintah maupun etnis yang terlibat didalamnya,
tidak dapat dibenarkan sama sekali. Praktik pembunuhan dan penyiksaan yang
terjadi terhadap etnis Rohingya harus segera dihentikan, karena dapat mengarah
kepada perbuatan etnic cleansing dan
genosida (genocide).
Dunia
internasional sudah seharusnya mengerahkan kekuatan serta sumber yang dipunya
secara maksimal untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan
memang sudah seharusnya mutlak harus diberikan kepada etnis Rohingya dari dunia
interasional sama seperti ketika mereka memberikan bantuan kepada etnis-etnis
lain yang sempat menderita. Sehingga diharapkan dalam waktu yang cepat etnis
Rohingya akan bisa hidup dengan layak dan aman.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Buku
-
Baylis,
John, Steve Smith, & Patricia Owens. 2011. The Globalization of World Politics, and Introduction to International
Relations (Fifth Edtion), Oxford: Oxford University Press
-
Davidson,
Scott. 2008. Hak Asasi Manusia,
Jakarta: Pustaka Grafiti
-
Donnelly,
Jack. 1998. International Human Rights,
Dilemmas in World Politics, Oxford: Westview Press
-
Heywood,
Andrew. 2011. Global Politics,
Palgrave Macmillan: Hampshire
·
Jurnal
-
United
Nations. 2009. “Human Security in Theory and Practice, an Overview of the Human
Securiy Concept and the United Nations Trust Fund for Human Securiy”, New York:
Human Security Units
-
Muhammad,
Simela Victor. Agustus 2012. “Jurnal Info Singkat HI, Tragedi Kemanusiaan
Rohingya Vol. IV, No. 15/1/P3DI/Agustus/2012.”
·
Website
-
http://grevada.com
{Apa
yang Sebenarnya Terjadi di Burma” diakses melalui
http://grevada.com7islam7apa-yang-sebenarnya-terjadi-di-burma
-
http://hizbut-tahrir.or.id
{http://hizbut-tahrir.or.id/2012/08/09/kronologis-sejarah-penderitaan-muslim-rohingya/
-
http://idk-insufa.info
{- Ruby Khoifah, “Kontensasi Wacana Rohingya,
Kontensasi pula respon dunia” Diakses melalui,
http;//idk-insufa.info/en/opinion/982/
-
http://www.ilo.org
{Burma
Citizenship Law, diakses di http://www.ilo.org/dyn/natlex/
-
http://internasional.kompas.com
{Myanmar
tolak beri status negara untuk Rohingya” diakses melalui
http://internasional.kompas.com/read/2013/11/21/1933040/Myanmar.Tolak.Beri.Status.Warga.Negara.untuk.Etnis.Rohingya
-
http://international.okezone.com
{Ferida
Khairisa, “Tuntaskan konflik etnis Myanmar tolak Intervensi asing”, diakses
melalui http://international.okezone.com-read-0120-13-27-822-932/1
-
http://jaringnews.com
{“Inilah
Pernyataan Resmi ASEAN Tentang Konflik Rohingya “, diakses melalui
http://jaringnews.com/internasional/asia/21072/inilah-pernyataan-resmi-asean-tentang-konflik-rohingya#sthash.XkwEuts8.dpuf
-
http://www.lensaindonesia.com
{“Indonesia
Terapkan kebijakan constructive engagement dengan Myanmar” ,diakses
dari http.www.lensaindonesia.com
-
www.bbc.com
{http://www.bbc.com/news/world-asia-33007536,
DISA PRATIARA
2TB04
21315983
Komentar
Posting Komentar